2 Jul 2014

Sedikit Cerita dari Studi Lapangan di Bali


Notes: Kutulis ini sebagai sebuah prasasti atas masa-masa muda kita dulu. Semoga kisah kita akan tetap abadi hingga kita bernajak tua nanti. Terimakasih saudara-saudaraku: Andri, Yoga, Rochim, dan Ardi. Pertengkaran dan kebersamaan kita akan selalu tetap akan terkenang.
Denpasar, Juli 2013
Tulisan ini hanyalah sebuah cerita banyolan mengenai kehidupan kami saat melakukan studi lapangan di Bali.

Akhir Juni tahun lalu, kami berenam (red: aku, Andri, Yoga, Rochim, Anom, dan Ardi) datang ke Pulau Bali untuk keperluan studi lapangan. Kami semua berkantor di Kanwil DJP Bali. Terkecuali Yoga, ia berkantor di KPP Badung Selatan yang gedungnya berada tepat di depan Kanwil. Keperluan studi lapangan ke sini hanyalah sebatas platform luarnya saja. Niatan kami sebenarnya adalah jalan-jalan. Kapan lagi bisa menikmati eksotisme ranah dewata selama sebulan penuh. Capek ngantor tinggal lari dan santai-santai di pantai, pikiran cumeng tinggal dugem. Nikmat Tuhan mana lagi yang akan kamu dustakan?

Sebagai kaum pendatang, minoritas, dan berdompet cekak, kami tinggal bersama dalam sebuah apartemen mini tak jauh dari kantor. Alasannya jelas, kami miskin dan belum punya penghasilan sendiri. Bisa dibayangkan betapa “umpek-umpekannya” kami di tempat ini. Di sini tersedia sebuah ruang utama dan sebuah ruang tamu yang kami sulap semuanya menjadi tempat tidur. Kamar mandi dan dapur ada di belakang. Di tempat itu kami biasanya iseng melakukan tindakan privasi. Sewanya saat itu sekitar 2,4 juta untuk lima minggu, dibagi berenam.

Mobilitas kami di Bali disponsori oleh Mio Soul yang kami sewa berenam selama sebulan penuh. Kalau akhir pekan tiba, biasanya kami sewa mobil untuk jalan rame-rame ke luar kota, sesekali juga pernah pinjem mobil kantor.

Momentum yang bertepatan saat studi lapangan waktu itu adalah puasa ramadhan. Terkecuali Anom, kami berlima yang beragama islam tetap tak lupa menjalankan puasa. Kami merasa terpanggil atas seruan Tuhan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sebagaimana yang tersurat di dalam Al-Baqarah 183.

Kebiasaan yang kami lakukan waktu itu adalah berburu takjil. Hampir setiap sore menjelang berbuka kami melakukannya. Satu-satunya tempat terdekat yang kami tuju untuk berburu takjil adalah Masjid Gedung Keuangan Negara I (GKN I). Di sana lah dulu setiap hari kami biasanya menjadi kaum papa. Alasannya jelas, menghemat pengeluaran. Apalagi menu yang disajikan di sini cukup lumayan. Jarak masjid ini dari tempat tinggal kami sekitar 500 meter. Dari kami berlima, hanya Ardi yang biasanya jalan kaki ke sana. Maklum dia, adalah orang yang suka menolong dan rendah hati.

Seminggu sekali, kantor pajak yang ada di Denpasar melakukan acara buka bersama. Biasanya tempatnya digilir. Menu yang disajikan tentu saja sangat mewah dan bervariasi. Jangan heran, di acara mingguan seperti ini, Yoga biasanya bisa menghabiskan empat porsi bakso dalam sekali waktu. Maklum, dia adalah tipe manusia penggemar bakso. Bahkan gaya rambutnya terinspirasi dari makanan favoritnya itu. Sebenarnya selain Yoga, kami tak kalah juga mbadoknya. Hanya saja, kami lebih tertarik untuk mencoba semua menu yang berbeda. Setiap pulang dari acara itu, kami hampir-hampir tepar karena kekenyangan.

Tak ada ritual agama yang kami lakukan selain puasa di bulan penuh berkah ini. Shalat fardhu hanya aku, rochim, dan ardi saja yang masih tegak mendirikannya. Andri terlalu sering pergi ke kasur tatkala adzan subuh memanggil. Yoga meskipun dia kader HMI, tetap setali tiga uang dengan Andri. Tak ada lantunan ayat-ayat suci di tempat tinggal kami. Selepas maghrib kami terlalu sering disibukkan dengan kegiatan pribadi. Rochim terlalu sibuk dengan laporan study. Andri terlalu asyik main dota. Ardi tak bisa tahan tanpa mendengar suara pacarnya setiap hari. Yoga terkadang hilang tak jelas. Aku dan Anom biasa keluar mencari mangsa. Kejadian-kejadian itu sering membuatku bertanya, kapan kami terakhir melakukan sholat tarawih?

Kesibukan kami di kantor lumayan juga gabutnya. Kalau tidak ada assesment untuk tugas ke luar atau mengurusi urusan rumah tangga kantor, kami sampai bingung harus berbuat apa. Terkadang malah sehabis istirahat siang, aku memutuskan untuk balik dan tidur siang. Kantor cukup dekat dari tempat tinggal kami. Dua lagu sampai kalau jalan kaki.

Kehidupan kami di Bali tak bisa dilepaskan dari sosok Mas Andi. Sahabat lama yang kini mengabdi di Kanwil DJP Bali. Dia yang telah banyak memberikan akomodasi untuk hidup kami selama di sini. Bahkan, di hari terakhir kami semua diundang ke rumahnya untuk buka puasa bersama. Jasa-jasamu sungguh tak akan kulupakan mas....

Akhir pekan adalah precious time bagi kami. Ini adalah waktunya jalan-jalan. Tak pernah sekalipun waktu itu terlewatkan tanpa mencumbui keeksotisan pulau ini. Mulai dari menikmati keindahan pantai sampai mendaki dan menapaki atap ranah dewata. Terlalu banyak kisah yang tak bisa disebutkan tetapi akan selamanya terkenang.

Lembayung Bali

Menatap lembayung di langit Bali

dan kusadari betapa berharga kenanganmu
Di kala jiwaku tak terbatas
bebas berandai memulang waktu

Hingga masih bisa kuraih dirimu
sosok yang mengisi kehampaan kalbuku
Bilakah diriku berucap maaf
masa yang tlah kuingkari dan meninggalkanmu...oh cinta

Teman yang terhanyut arus waktu
mekar mendewasa
masih kusimpan suara tawa kita
kembalilah sahabat lawasku
semarakkan keheningan lubuk

Hingga masih bisa kurangkul kalian
sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
tegar melawan tempaan semangatmu itu..oh jingga

Hingga masih bisa kujangkau cahaya
senyum yang menyalakan hasrat diriku
Bilakah kuhentikan pasir waktu
tak terbangun dari khayal keajaiban ini..oh mimpi

Andai ada satu caratuk kembali menatap agung surya-Mu
Lembayung Bali

2 komentar: