6 Agu 2012

Railbus Batara Kresna



Hari minggu, 5 Agustus 2012, railbus Batara Kresna akhirnya untuk pertama kalinya resmi beroperasi. Saya sendiri berksempatan menjajal ikon transportasi terbaru kota solo ini sehari setelahnya. Kali ini saya sengaja menggunakan rute Sukoharjo-Solo yang letak stasiunnya tak jauh dari rumah. Selain melayani rute Solo-Sukoharjo, railbus ini juga melayani trayek Solo-Jogjakarta.


Waktu parkir di stasiun

              Rencana untuk mencoba railbus ini memang sudah saya rencanakan malam sebelumnya. Saya tidak tau kenapa alat transportasi ini dinamakan railbus, karena menurut saya transportasi ini sama saja dengan kereta api pada umunya. Bentuk luarnya saja yang lebih modernis jika dilihat lokomotifnya. Gerbongnya sendiri tak kalah semarak dengan motif yang sedikit norak. Mungkin alasan politis tertentu terutama terkait strategi menggaet wisatawan sehingga transportasi ini dinamakan railbus.
             Dari stasiun Sukoharjo, railbus berangkat pukul  07.45 tepat (no ngaret!). Untunglah saya yang baru bangun pukul 07.30 segera bergegas pergi ke stasiun dan sempat membeli tiket sesaat sebelum railbus berangkat.  Sedikit nostalgia dengan stasiun kecil yang berada di kota Sukoharjo ini. Dulu sewaktu masih kecil, Alm. Ibuku sering mengajakku ke Wonogiri naik kereta dari stasiun ini. Sudah lama rasanya memang saya tak naik kereta dari stasiun ini. Saya masih ingat terakhir kali naik kereta dari sini adalah sewaktu tadabur alam dengan teman-teman TPA masjidku, Juli 2000. Dulu sewaktu saya masih kecil kereta jurusan Sukoharjo-Wonogiri cukup terkenal dan sering dipakai sebagai sarana transportasi utama bersaing dengan bus. Saya masih ingat kereta itu bergambar punokawan sehingga namanya pun “sepur punokawan”. Model warnanya biru dengan penampilan terbuka tanpa kaca smaping layaknya sepur kelinci yang sering dipakai oleh anak-anak.  Entah kenapa, dalam perjalanan saya menuju dewasa, kereta ini sudah lama sekali tidak terlihat.


interior railbus batara kresna

              Di dalam railbus batara kresna ini, saya sedikit mengamati interior dan mengajak berbincang dengan petugas pengecekan tiket. Kebetulan penumpang yang naik dari stasiun Sukoharjo ini hanya segelintir orang. Saya sendiri berada di gerbong II yang hanya diisi oleh 2 orang penumpang saja. Railbus ini membawa 3 gerbong. Interior railbus ini tak jauh berbeda bahkan bisa dikatakan sama dengan KA Madiun Jaya yang pernah saya tumpangi. Menurut petugas KAI yang saya tanyai tadi  sebenarnya railbus ini akan beroperasi sampai Wonogiri. Akan tetapi, kondisi trek yang masih belum memungkinkan menyebabkan railbus ini hanya beroperasi sampai di Sukoharjo saja. Memang dalam beberapa tahun terakhir ini PT. KAI sudah memperbaiki lintasan yang menuju Wonogiri tetapi tetap saja kondisi trek memang belum layak diperuntukkan bagi railbus ini. Dari Sukoharjo-Solo saja, railbus ini paling banter kecepatannya hanya 30 KM/Jam. Hal ini bisa diamati di papan digital tiap gerbong yang juga menampilkan stasiun berikut yang dituju serta waktu yang menunjukkan sekarang. Hal yang sedikit membuat saya merasa spesial tentu saja adalah railbus ini menjadi pusat perhatian bagi siapa saja yang melihat sepanjang perjalanan Sukoharjo-Solo yang memakan waktu selama 60 menit, terlebih saat railbus ini melintas di sepanjang Jalan Slamet Riyadi.

papan digital

            Ada yang membuat saya sedikit bertanya-tanya sepanjang perjalanan. Railbus ini mungkin mungkin menjadi sebuah prestasi dan kebanggaan warga Solo dan sekitarnya karena menjadi alternative transportasi umum selain bus. Di lain sisi saya juga bertanya apakah railbus ini mampu bertahan untuk beberapa tahun ke depan. Kalau dilihat dari peruntukkan komersil pariwisata, railbus ini terbilang punya beberapa kelemahan.
Hal pertama tentu berkaitan dengan potensi pariwisata itu sendiri. Kota di sekitar Solo harus saya akui tidak mempunyai potensi wisata yang bisa diandalkan (dalam konteks ini adalah Sukoharjo). Saya tak perlu bercerita panjang lebar soal ini. Untuk Wonogiri potensinya memang sedikit di atas Sukoharjo  seandainya nanti jadi dibuka jalur railbus ke sana. Hal ini tak berlaku untuk Jogja yang memang punya potensi wisata.
Masalah yang kedua adalah masalah waktu. Untuk orang yang menghargai waktu, railbus bukanlah solusi tepat untuk perjalanan Solo-Sukoharjo-Wonogiri. Terkecuali untuk Solo-Jogja karena kondisi lintasan memang sudah bagus dan menjadi salah satu jalur utama kereta api di Pulau Jawa. Waktu tempuh untuk Solo-Sukoharjo dipastikan akan lebih lama dibandingkan dengan naik bus AKDP apabila kecepatan railbus masih begini-begini saja.
Masalah ketiga adalah tarif. Tarif yang diberlakukan untuk railbus ini terbilang  cukup mahal, untuk jurusan Sukoharjo-Solo saja sebesar Rp 10.000,- bandingkan dengan apabila naik bus yang hanya sekitar Rp 3.000,- sampai RP 4.000,-. Bagitupun untuk jurusan Solo-Jogja yang dibanderol Rp 20.000,- ini jauh lebih mahal 2x lipatnya dari KA Prameks dan Madiun Jaya yang beroperasi pada jalur yang sama.
Terlepas dari berbagai macam persoalan di atas, rail bus ini memang layak untuk dicoba bagi masyarakat penghobi perjalanan khususnya yang masih penasaran dengan ikon baru transportasi Kota Solo ini. Terlebih railbus ini menambah keberagaman transportasi Kota Solo setelah sebelumnya muncul bus tingkat Werkudara dan Batik Solo Trans yang muncul jauh-jauh sebelumnya.  Hanya berharap semoga PT. KAI mampu meningkatkan kinerja dan pelayanannya sehingga railbus ini bisa tetap eksis dan dipercaya sebagai transportasi umum utama penunjang mobilitas masyarakat, khususnya turis.


Berkitu Jadwal Railbus Batara Kresna (sementara) :

- Dari Solo Balapan - Stasiun Purwosari pukul 06.00
- Dari Stasiun Purwosari - Stasiun Sukoharjo pukul 06.05
- Dari Stasiun Sukoharjo - Stasiun Purwosari 
pukul 07.45
- Dari Stasiun Purwosari - Stasiun Tugu Yogyakarta pukul 09.00
- Dari Stasiun Tugu Yogyakarta - Stasiun Purwosari pukul 14.15
- Dari Stasiun Purwosari - Stasiun Sukoharjo pukul 15.18
- Dari Stasiun Sukoharjo - Stasiun Purwosari pukul 16.44

Untuk sementara belum sampai ke Wonogiri, menunggu perbaikan fasilitas penunjang yang belum selesai ..

Untuk sementara railbus yang terdiri dari 3 gerbong baru melayani rute Solo-Sukoharjo dua kali dalam sehari dan rute Solo-Yogyakarta sekali sehari. Pekan depan, masing-masing menjadi dua kali sehari.


Tarif Railbus AC :
- Solo - Sukoharjo : Rp 10.000
- Solo - Jogja : Rp 20.000
- Sukoharjo - Jogja : Rp 30.000

Tiket bisa didapat di masing-masing stasiun.

Railbus hanya berhenti di Stasiun Balapan, Stasiun Purwosari, Stasiun Sukoharjo, Stasiun Maguwo, Stasiun Lempuyangan, dan Stasiun Tugu.
 .


2 Agu 2012

Cerita dari Pangumbahan


             Pangumbahan merupakan salah satu deretan pantai yang berada di ujung selatan Sukabumi, Jawa Barat. Orang-orang mungkin lebih familiar dengan nama Ujung Genteng. Namun percayalah, sebenarnya hal ini adalah sebuah  kekeliruan. Pantai ini merupakan salah satu pantai favoritku dari beberapa  pantai yang pernah ku kunjungi. Pantai ini tergolong unik karena selain merupakan tipe pantai coral, di satu sisi juga merupakan pantai tipe berpasir. Pada tipe pantai coral, kita tidak bisa leluasa bermain ombak karena apabila tak hati-hati dan terjatuh hal itu sering membuahkan lecet di tubuh. Namun demikian, hal yang luar biasa dapat kita jumpai di tipe pantai berpasir. Kita bisa leluasa bermain ombak di sini. Ombak di sini cukup menantang, terutama buat para surfer. Beberapa bule bisa kita temui bermain surfing di sini. Meskipun begitu, pengunjung di pantai ini masih sangat sedikit. Minimnya infrastruktur mungkin menjadi penyebab pantai ini belum terlalu dikenal. Akan tetapi nilai plus lain dari tempat ini adalah kondisi pasirnya yang masih putih bersih. Tak heran pantai ini merupakan salah satu dari dua destinasi di Pulau Jawa yang menjadi tujuan bagi penyu untuk bertelur. Pemandangan sunsetnya juga menyiratkan keromantisan alam yang berpadu indah di salah satu sudut barat laut Pulau Jawa ini.

Suasana di Bus

           Perjalanan menuju Pantai Pangumbahan malam itu menyimpan cerita tersendiri. Untuk menjaga kesemarakan kami di perjalanan, aku bahkan rela membawa dua gitar yang akhirnya membawa kami tetap terjaga dalam hangatnya kebersamaan sampai jam 02.00 pagi. Ini belum termasuk 3 kresek kriuk yang menjadi santapan utama kami sepanjang perjalanan. Malam itu kondisi jalan memang sedikit agak macet, terutama ketika kami  mulai meninggalkan Bogor. Memasuki Sukabumi bagian selatan, kondisi jalan bertambah semakin ekstrim. Selepas dari Sukabumi kota, jalan menuju ujung selatan Jawa Barat ini semakin bertambah berkelak-kelok. Tubuh kami sering terhempas di atas jok kami berada akibat kondisi jalannya bergelombang dan sempit. Baru setelah sembilan jam berada di perjalanan, akhirnya  kami tiba juga di Pangumbahan.
          Pada awalnya kami sempat memilih Villa yang salah, yaitu yang berada di Batunungul. Karena pertimbangan view di Batunungul tidak begitu bagus akhirnya kami pindah lokasi yang berada di Pangumbahan. Perlu diketahui, bahwa rombongan yang membawa bus biasanya memilih lokasi Villa yang berada di Batunungul kemudian mereka bisanya melanjutkan perjalanan ke Pangumbahan dengan berjalan kaki selama hampir satu jam.
              Di Villa yang kami tempati, kami benar-benar disuguhi suasana pantai yang aduhai. Maklum, Villa ini berada tepat di bibir pantai. Dari lantai II Villa kami, deburan ombak dan kelincahan para surfer bisa diamati dengan jelas.
Suasana di Villa

         Setibanya di Villa, kami segera mengeluarkan barang-barang yang berada di bus. Baru setelah sarapan, kami akhirnya bisa mencumbui pantai sepuasanya dengan bermain ombak dan pasir. Suasana pada waktu itu benar-benar memanjakan kami. Cuaca begitu cerah. Terlebih lagi, pantai ini seolah menjadi milik kami sendiri karena tak ada pengunjung yang datang ke sini selain kami terkecuali hanya segelintir bule yang bisa dihitung dengan jari tengah bermain surfing.
  Satu hal yang sedikit menjadi halangan kami adalah bahwa hari itu adalah hari Jum’at. Kami yang muslim tentunya wajib menunaikan sholat jumat. Sholat jumat di Pangumbahan kali ini juga punya cerita sendiri. Dari Villa kami musti berjalan selama hampir satu jam untuk sampai di perkampungan dan menemukan masjid.  Kami serasa benar-benar seperti musafir yang melintasi padang pasir dan diterjang teriknya matahari. Ada yang berbeda dari jumatan di kampung yang memang 100% dihuni Orang Sunda ini. Bahasa yang digunakan dalam berceramah adalah bahasa Arab. Sebelum jumatan ada semacam sholawat dan beberapa informasi yang disampaikan dalam bahasa Sunda. Hal ini yang menjadi bahan perbincangan kami selama perjalanan menuju Villa kembali.
  Selepas games, kami kembali bermain di pantai. Beberapa ada yang bermain layang-layang yang memang sengaja di bawa dari kos. Beberapa ada yang merenung dan mengajak berdiskusi dengan ombak. Ada juga yang sibuk dengan kameranya. Aku sendiri memilih untuk bercengkerama dengan  gitarku. Sebelum akhirnya tergoda untuk bergabung bersama mereka.
Bermain layang-layang. cc: Ruli, Me, Ryan, Eko
  Pergi ke penangkaran penyu dan ikut melepaskan tukik ke laut juga menjadi agenda kami sore itu. Kebetulan penangkaran penyu ini tak jauh dari lokasi villa kami berada. Tinggal menyusuri bibir pantai ke arah barat selama setengah jam, maka disebelah kanan akan terlihat bangunan  tersembunyi di balik rimba pohon yang memang dikhususkan untuk konservasi penyu, terutama penyu hijau.
Lokasi Penangkaran Penyu

  Sore itu kami diberi satu ember berisi tukik yang masih imut-imut. Kami tak lupa mengabadikan momen pelepasan ini. Perlu diketahui, penyu hanya akan kembali ke pantai saat mereka akan bertelur. Dan di depan ada sebuah samudera tempat tukik-tukik ini mengarungi kehidupannya sebagai petualang ulung. Memang dari sekian banyak tukik ini, hanya beberapa yang akan kembali ke pantai ini. Oleh karenanya, beberapa teman ada yang terlihat jahil dengan tetap memegang tukik ini untuk enggan melepasnya. Yakh, walaupun belakangan ku ketahui bahwa mereka hanya ingin narsis difoto bersama tukik imut ini.

Saat melepas penyu

  Sunset di pantai ini merupakan sesuatu yang sangat terlalu sayang untuk dilewatkan. Kalau boleh dibilang, sunset di Pangumbahan terlihat lebih romantis dibandingkan dengan yang ada di Kuta. Hal ini yang membuatku bertahan cukup lama di sini hingga hari benar-benar gelap. Ku lihat beberapa kawan sedang asik berbincang dengan kekasihnya. Ada juga yang mencoba mengutarakan cinta. Aku sendiri jomblo yang ditinggal kekasih. Yakh, hidup memang agak terasa hampa jika tak punya kekasih.

Sunset, foto bersama

Beautiful sunset, Pangumbahan

  Malam harinya kami kembali ke Villa dan melakukan santap malam. Makan malam kami kali ini adalah ayam bakar yang sebelumnya dibuka dengan jagung bakar. Kami bawa sendiri segala bahan dan perlengkapan untuk membuat makanan ini. Acara kami pun berlanjut sampai  tidur mengistirahatkan kami jam 02.00 pagi.
  Sabtu pagi datang menjemput. Sebelum bergegas pulang, kami memuaskan diri sekali lagi untuk bermain deburan ombak yang menjadi saksi kehangatan dan kebersamaan kami.  Kami baru benar-benar checkout pukul 15.00  dan melanjutkan perjalanan ke Curug Cikaso.


Perahu yang membawa kami ke curug

  Curug Cikaso adalah salah satu air terjun yang ada di Sukabumi. Rugi rasanya kalau sudah menjelajahi pantai selatan Sukabumi  tanpa  mengunjungi Cikaso. Untuk sampai di curugnya, salah satu modal transportasi yang diperlukan adalah dengan menaiki perahu sewaan. Alternatif lain adalah berjalan kaki melewati area perbukitan dan persawahan mengingat lokasinya berada di ujung seberang sungai. Kami sendiri akhirnya lebih memilih naik perahu karena hari sudah hampir gelap.


Foto bersama di Curug Cikaso

  Tak lama kami berada di Cikaso, karena petugas tak mengizinkan kami berada di lokasi jika hari sudah gelap. Yakh, petugas di sini memang agak sedikit gathel. Sudah pasang tarif mahal, pengunjung juga dibebani pungli yang menyesatkan. Brengsek!
  Dari Cikaso kami langsung kembali ke Bintaro. Mungkin karena kecapekan, beberapa kawan ada yang mabuk sepanjang perjalanan pulang kali ini. Yakh, meski begitu perjalanan pulang terasa lebih cepat karena gak pakai macet. Tengah malam lewat 2 jam kami  sudah tiba di Bintaro. Untunglah semua selamat, meskipun ada salah seorang kawan yang kehilangan kacamata. Aku sendiri kehilangan cincin yang sudah lebih dari dua tahun ku kenakan darinya. Senang rasanya bisa mengajak kalian ke Pangumbahan meski pada awalnya sempat tertunda 3 kali. Semoga ada petualangan yang menyatukan kembali keberasamaan kita kawan.



Pangumabahan Beach