12 Jul 2010

Pendakian Gunung Sumbing


July, 6-7 ‘09
Setelah kemarin berunding mencari kesepakatan untuk mendaki, TPS hari ini akhirnya capcus juga ke Sumbing. Ini adalah pendakian terakhir di ujung kebersamaan kami, sebelum bengisnya waktu dan bangku perkuliahan memisahkan kami. SNMPTN sudah terlewati empat hari yang lalu, dan pikiranku yang jenuh karena harus bergulat dengan buku mengisyaratkan untuk sejenak memanjakan nurani. Walau nanti belum pasti aku akan diterima atau ditolak oleh PTN yang kemarin ku pilih. Aku sudah pasrah.
Kami rencananya akan berangkat siang habis dzuhur.  Dan rencana tinggalah rencana. Terkadang kenyataan tak sesuai dengan rencana. Seperti biasa, dalam berkumpul aku selalu datang paling akhir, karena sejak kemarin aku sama sekali tak menyipakan bekal, so butuh waktu sejenak untuk shoping dulu sebelum berangkat. Setelah berkemas, aku berangkat dan tiba di tempat perjanjian (Riris’s house at Petoran City) pukul 14.00. Dan teman-teman yang sudah nangkring sejak 1,5 jam lalu dapat ditebak reaksinya. Walau begitu, ternyata ada yang lebih parah dari diriku, karena Bima baru datang yang paling akhir.
Pendakian kali ini agak berbeda karena ada 2 orang pemula, Asep dan Aryo. Dan jadilah kami berangkat dengan formasi:
Aku-Ahimsa-Basuki-Asep-Bima-Cendy-Alwan-Rudy-Pongo-Panji-Aryo-Riris.

Perjalanan
Dalam perjalanan Pongo berperan sebagai Leader karena perjalanan kami menggunakan jalur yang melewati Boyolali-Salatiga-Ambarawa-Temanggung-Wonosobo. Memasuki Kota Boyolali, kami sempat berhenti dua kali untuk minum di warung pinggir jalan dan di SPBU untuk mengisi bahan bakar dan sholat ashar.
Sholat Ashar di Boyolali


Setibanya di Ambarawa kami mulai membentuk gap, tapi akhirnya Kota Temanggung menyatukan kami lagi. Selepas petang, kami berhenti lagi untuk sholat dan mencari makan malam di dekat Masjid Agung Temanggung. Maunya sih cari yang enak-murah, tapi karena terpaksa akhirnya kami memutuskan untuk makan pecel lele di kakilima dekat Masjid. Setidaknya selama setengah jam di kakilima, kami cukup dimanjakan dengan makanan yang dihidangkan sambil memandang orang-orang yang berlalu lalang di jantung Kota Temanggung.
Kami akhirnya tiba di Bascamp pukul 20.30 dan mulai mendaki pukul 21.00. Untuk pendakian dan parkir sepeda motor, tiap orang dikenai biaya 6ribu rupiah (yang 3ribu buat parkir sepeda motor).

Pendakian
Ada 2 jalur untukmendaki Sumbing, jalur lama dan jalur baru. Tanpa banyak cincong dengan berbekal peta, kami sepakat untuk mengambil jalur lama di sebelah kanan kaki gunung. Bedanya untuk jalur lama lebih menanjak dengan sudut tak pernah kurang dari 60˚ tapi katanya lebih cepat.
Pose bersama di basecamp

Baru sejam berjalan, fisik kami sudah terkuras sebagai bentuk penyesuaian d
engan medan yang begitu terjal. Ahim pun sudah muntah-muntah di Jalan. Aku yang berada di depan dengan Riris, Panji dan Aryo terpaksa menunggu. Selang, beberapa jam kemudian, kejadian yang sama terulang kembali, dan lagi-lagi Ahim yang menjadi actor utama. Kami pun terpaksa meninggalkan Ahim di belakang yang di temani Rudy.
Terangnya rembulan membuat kami tak perlu memakai senter yang sudah kami siapkan. Masih seperti dulu, setiap kali mendaki, lagu cahaya bulan dan mahameru mengalun diantara jejak-jejak langkah yang kami tinggalkan sambil berbincang mengenai wanita-wanita yang mengacuhkan kami. Sesekali aku melihat ke belakang, betapa indahnya cahaya kota yang menyulut mataku. Semua tak bisa terlukiskan dengan kata-kata.
Selepas 6 jam berjalan kami memutuskan untuk nge-camp dan melanjutkan pendakian paginya. Tak biasanya, angin di sini cukup kencang meski cuaca bersahabat. Kebetulan Panji membawa sundome yang memuat 3-4 orang. Aku, Riris, Panji dan Aryo termasuk yang emmakai sundome itu. Sementara yang lain cukup tidur di luar dengan SB.
Basuki, Pongo, dan Cendy sesaat setelah bangun dari tidurnya

Rudy, Pongo, Bima, Aziz, Basuki, Asep

Pagi datang menjemput hari, dan beberapa dari kami tak menyia-nyiakan indahnya sunrise untuk berfoto narsis, sedang yang lain masih tidur dan ada beberapa yang masak. Melihat peta, jalur masih panjang. sementara jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Beberapa dari kami akhirnya timbul clash, untuk melanjutkan perjalanan atau turun. Akhirnya demi kebersamaan, kami bersepakat untuk melanjutkan perjalanan bagi yang ingin naik lagi yang ingin naik, sedangkan yang tidak mau dipersilakan untuk menunggu barang-barang kami yang ada di camp. Tak ada bekal yang kami bawa karena semua carrier ditinggal di camp tadi terkecuali air minum yang tinggal beberapa botol. Berjam-jam kami menapak perjalanan, akhirnya keputusasaan mulai hinggap. Apalagi kami sempat salah jalur.
Riris dan Panji, semangatnya berkobar bagai matahari

Di sini permainan kehidupan di Uji. Bekal air yang  tersisa sebotol air minum saja, itu pun tak penuh. Sementara perjalanan masih begitu panjang dan menanjak. Terlihat yang paling antusias tinggal Riris dan Panji. Sampai di Batu kotak kami benar-benar sudah limit air dan memutuskan untuk berhenti. Ya, walaupun mereka berdua jadi meningglakan kami ke atas (pada akhirnya tak sampai puncak), kami menanti di antara semak-semak edelweiss sambil beristirahat.
Tepat tengah siang hari kami beranjak balik ke camp tadi, dalam perjalanan aku bertemu dengan pendaki lokal. Mereka menawarkan air tapi aku tolak. Semakin siang, kabut mulai naik. Setelah packing dan minum air yang tersedia di camp kami bergegas menyusul Pongo dan Cendy yang terlebih dulu turun ke basecamp. Sebelum turun, kami sempat melakukan foto bersama untuk yang terakhir kali.
Foto terakhir sebelum turun

Sampai di basecamp pukul 17.00, dan sambil mengistirahatkan kaki, kami memesan segelas air teh hangat dan nasi goreng. Tak cukup itu saja, kami juga memasak untuk menghabiskan bekal yang tak habis di atas. Mie, Susu+gulajahe. Sebenarnya farewell tak cukup berhenti di sini, aku dan Panji sempat punya usul mandi air hangat ke Dieng. Namun, usul kami tak mendapat restu dari teman-teman yang lain karena hari sudah mulai beranjak malam sedang Pongo dan Cendy pulang terlebih dulu karena Pongo izin pulang ke Ibunya untuk pulang sebelum malam. O..iya sebelum cabut aku sempat membeli souvenir T-Shirt Sumbing.
Pulang
Waktu pulang, aku dengan Bima terjadi miss komunikasi. Kali ini, Bima yang berperan jadi leader. Dia meminta pendapatku mengenai jalur yang akan kami lewati. Dengan tenang, aku bercetus, “lewat Semarang sama seperti kemarin” (dalam asumsiku, Semarang=Ambarawa). Tak taunya Bima malah membawa kami ke Semarang (Kota) yang ia sendiri tak tau jalannya. Sempat bertanya pada orang-orang, akhirnya kami benar-benar harus memutari jalur yang semestinya dengan lintasan dimana kanan adalah hutan dan kiri adalah jurang, tak ada lampu penerang jalan, tak ada kendaraan lain yang melintas selain kami, dan selama lebih dari 25 KM. Emosi kami saat itu benar-benar terbakar, aku sendiri berfikir jika di jalan itu ban kami bocor maka tamatlah sudah. Sementara Ahim, yang berboncengan denganku cuma menggerutu pada Bima. Setelah sampai di Kota, gantian Asep yang menbentakku karena tak mau menunggu Bima yang tertinggal di belakang (dia mengira aku makai headset sehingga tak menggubris kata-katanya).
Selepas dari Ambarawa, kami benar-benar terpisah jauh satu sama lain. Dan aku yang berboncengan dengan Ahim termasuk yang paling belakang. Panji dan Aryo dengan Supra 125nya, Alwan dengan Jupiternya, Bima dengan Suprafitnya Cendy, Asep dengan Shogunnya Basuki menggeber habis gasnya sampai tak terlihat oleh mata kami yang memakai Karisma.
Kisah berlanjut, tinggal kami yang ada di posisi paling belakang. Aku yang merasa kecapekan mulai mengantuk. Bahkan sesekali rasanya mau jatuh ke belakang di jalan Salatiga-Boyolali. Dengan percikan emosi yang terjadi antara aku dengan Ahim, Aku meminta dia untuk berhenti sejenak, mampir di HIK, minum kopi (walau Ahim saat itu begitu ingin segera lekas pulang).
Tiba Kembali di Rumahnya Riris sekitar pukul 22.00, sampai di situ kami dijamu dengan kopi dan aneka makanan ringan dari keluarga Bp. Sudarsono yang benar-benar mampu menghapus kami dari kelelahan. Kami pun tidur di situ, di halaman depan Rumah beliau dengan kasur dan bantal. Aku, Asep, Ahimsa, Rudy, Bima, Alwan, Panji, Riris, dan Aryo. Sementara Basuki lebih memilih untuk kembali ke Rumahnya.

Hari ini terlalu indah untuk kita buramkan, kawan.



Basuki
   : " suk yen daki meneh jo menyia2kan n gowo sing air sing akeh , "

Alwan
   : " Pesan-cmua itu hrs mmpunyai tujuan yg jelas trmasuk dlm pndakian. Kesan-Aq menemukan arti dlm kegelapan.”

Rudy
      : "PENDAKIAN TERMASAL DAN TERGAGAL"

Asep
       : "ternyata aku tak bisa dpandang sebelah mata!! skali pendakian langsung mengalahkan mereka2 yg katanya udah sering naik turun gunung! salud bwt diriku,, pndakian kemarin saya dedikasikan utk putri langitku, puspita"


Ahim
     : "unforgotten memories..thx a lot"

Panji
     : "Sungguh melelahkan"

Aziz
        : "citylight-nya sungguh luar biasa”

Riris
       : "no, comment"

Cendol
  : " Joz tenan rek!"

1 komentar:

  1. YAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
    cUkUp sEkiaN dAn TTrima kAsih

    BalasHapus