2 Sep 2014

Tragedi Stasiun Pasar Senen


Ini bukan cerita tentang Chairil Anwar yang “jajan” di kawasan Senen pada suatu ketika dan ia lupa membawa dompet untuk membayar. Kemudian ia memberi secarik kertas berisi alamat pada seorang pramuria yang telah ia pakai jasanya. Usut punya usut, alamat yang Chairil berikan pada pramuria di kawasan Senen itu ternyata alamat milik maestro seni lukis Indonesia: Affandi! Kejadian inilah yang melatarbelakangi poligami yang dilakukan oleh Affandi karena keesokan harinya Maryati, istri Affandi, marah-marah ketika pramuria itu meminta tagihan pembayaran ke rumahnya. Maryati merasa sudah “tidak cukup” untuk suaminya, kemudian ia meminta agar Affandi menikahi perempuan lain atas usulannya.

Ini bukan tragedi asmara sepasang anak manusia seperti yang mungkin terjadi pada maestro campur sari dari Solo: Didi Kempot. Tragedi ini bisa dihayati dalam lagu Stasiun Balapan, tempat di mana ia melepas kekasihnya pergi dan tak kunjung kembali. Tak bisa kubayangkan lebih lanjut betapa kehilangannya ditinggal seseorang yang begitu dicintai.

Ini bukan sekelumit kisah tentang perjumpaan pertamaku dengan Nadia yang kebetulan juga mengambil stasiun kereta sebagai latarnya. Bukan juga soal orang-orang yang berlalu lalang datang dan pergi dengan menampakkan wajah berseri dan wajah kalah. Ini cerita tentang kepulangan kami berempat (Aku, Ian, Uzi, dan Yusuf). 


#Ceger31, Rabu 27 Agustus

TKD (Test Kompetensi Dasar) adalah alasan kenapa kami kembali ke Jakarta. Berbulan-bulan bahkan hampir setahun kami menunggunya. Sampai pada akhirnya, tibalah kami di hari-hari yang dinantikan: Hari Pelaksanaan TKD. Test ini diselenggarakan pada tanggal 25-30 Agustus. Aku sendiri kebagian di hari kedua. Pengertian dan tujuan dari test ini, aku tak akan menceritakan.

Di Jakarta, aku sengaja untuk tinggal tak berlama-lama. Sehari setelah menyelesaikan test, aku memutuskan memesan tiket untuk pulang. Kali ini PT. KAI yang beruntung. Atas segala kondisi yang ada dan moda transportasi yang masih tersedia, aku memutuskan booking tiket Senja Utama untuk keberangkatan sabtu malam. Tak lupa, aku mengajak kawan-kawan untuk turut serta. Pada akhirnya, hanya Ian, Uzi, dan Yusuf yang memutuskan untuk ikut. Reservasi tiket dan pembayaran secara online kami serahkan pada Yusuf. Kebetulan saldo ATM-nya lagi tebal. Setelah reservasi dan pembayaran berhasil dilakukan, kode tiket pun kami terima. Kami siap untuk pulang!


#Pasar Senen, Sabtu 30 Agustus

Aku duduk sendiri di peron kereta dekat tempat cetak tiket. Menunggu kedatangan Ian, Uzi, dan Yusuf. Kebetulan aku berangkat lebih dulu karena harus mampir ke tempat saudara untuk menitipkan motor. Waktu itu jam menunjukkan pukul 20.35. Setengah jam lebih, aku menunggu Yusuf dkk. datang. Sambil berharap bakal bertemu gadis manis dan lucu seperti Nadia yang bisa diajak ngobrol untuk mengisi kekosongan waktu.

Setelah tiket berhasil dicetak, Aku dan Yusuf berjalan menuju gate check in. Di sana Ian dan Uzi menunggu. Karena lapar, kami memutuskan untuk makan malam terlebih dahulu dan menitipkan barang yang kami bawa kepada Cypi dan Yayul yang kebetulan juga tengah berada di stasiun.

Sekembalinya dari makan pecel lele yang berada di seberang jalan stasiun, kami melakukan check in. Dan di sinilah permasalahan terjadi. Kami tidak diperbolehkan masuk karena tanggal yang tertera di tiket kami tertulis tanggal 6 September! Astaga, kenapa ini bisa dan mesthi terjadi? Hal ini sungguh diluar dugaan. Kami merasa jika kemarin telah benar memsan tiket untuk tanggal 30 Agustus. Nah ini, malah tercetak mundur seminggu dari yang semestinya. Tidak ada yang bisa disalahkan memang. Mungkin sistemnya error atau mungkin juga itu benar-benar kelalaian kami sewaktu melakukan reservasi. Dengan wajah bengong kami tertahan di stasiun, seolah-olah tak percaya pada apa yang baru saja menimpa kami.

Sebenarnya aku pribadi atau mungkin kami tak mempermasalahkannya. Ini bisa jadi bahan cerita yang cukup epic dari akhir petualangan kami di Jakarta, mungkin. Mengingat setelah ini, kami tak tahu akan berlabuh di kota mana pasca penempatan kerja. Masalah utamanya adalah Surya dkk. yang masih tinggal di #Ceger31. Kami tak kuat membayangkan ejekan dan kegathelannya karena ia tahu kami tak jadi pulang. Kami hanya bisa pasrah. Aku percaya, Tuhan selalu menyimpan rencana.

Kami memutuskan balik dari Pasar Senen dengan menggunakan taksi. Sesampainya di #Ceger31, peristiwa yang kami khawatirkan terjadi juga. Berbagai reaksi dan hinaan kami terima.

**
Kami sendiri akhirnya tetap jadi pulang sehari setelah tragedi ini. Masih sama menggunakan Senja Utama dengan tiket yang kami pesan lagi. Bedanya kali ini Surya ikut. Jadilah kami berlima sebelum digenapi oleh ndoLo yang kami temui di stasiun dan kebetulan juga naik kereta yang sama.

Stasiun kereta selalu menyimpan cerita...

catatan harian,  September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar