26 Jun 2014

Tahun-tahun yang Hilang


..and then you "light" up my path

Aku tak pernah menyangka kepulanganku kali ini akan membawaku kembali kepadamu. 

Terkadang hidup berjalan tanpa rencana. Rentetan peristiwa demi peristiwa terjadi di luar kendali kita. Begitu juga tentang tahun-tahun yang hilang dan musim demi musim yang berganti. Setengah dekade lebih, jarak yang menghubungkan masa lalu dan sekarang. Waktu beranjak menua. Atau mungkin ia tetap sama, hanya berputar saja. Kita yang sejatinya menua. 

Kau bilang, waktu mampu merubah karakter seseorang. Aku hanya terdiam, mungkin ada benarnya. Dalam hidup, banyak hal yang silih berganti datang dan pergi. Aku mengalaminya pada tahun-tahun yang hilang. Aku tak tahu pasti di mana aku berada di masa-masa itu. 

Aku hilang tertelan keterasingan. Mengayuh sendiri bahtera di tengah samudera. Lalu lenyap di antara dua garis cakrawala. Di sana aku hilang, menunggu waktu membawaku kembali ke jalan untuk pulang.

Dulu aku pernah mengajakmu bicara tentang cinta yang diam dan sirna oleh waktu. Lantas kau menyanggahku, cinta abadi tak kan pernah mati. Sama halnya dengan sekam. Ia tetap masih menyala seperti bara walau disangka mati secara kasat mata. Aku masih sedikit tak percaya.

Percakapan itu memang terjadi ketika aku baru saja memutuskan untuk pergi. Sesuatu yang terkadang masih ku sesali sampai saat ini. Masih banyak yang tertunda dan belum sempat aku ungkap kepadamu waktu itu. Kemudian aku tersadar akan katamu. Ada sesuatu yang hampir-hampir tak bisa ku lepaskan dari fikiranku: engkau.

Ada semacam firasat ketika aku membaca musim yang hilang dan berganti. Engkau seolah masih berdiri menanti di sebuah tepi di mana aku sekarang hilang. Pernah sekali aku mencoba menghapus engkau dari fikiranku. Pernah juga aku berlari mengejar bayangan lain dan berharap ia mampu membawaku keluar dari sukmamu yang membelengguku. Namun, aku tak pernah bisa berlari. Aku masih sendiri mengarungi waktu di tahun-tahun yang hilang.

**

Waktu adalah satu-satunya yang menjawab penantian. Aku kemudian tersadar. Firasatku paham betul akan hal itu. Kau perlahan menghilang sendiri dari titik di mana engkau berdiri menanti. Ada sesuatu yang membawamu pergi. Aku tak berduka sebab cinta mengajariku untuk rela.

Hari-harimu tak lagi kau isi dengan sendiri. Ada yang menemanimu dalam mengejar mimpi. Ada yang setia mendoakanmu. Ada yang memberikanmu kejutan di detik-detik kau bertambah usia. Dia yang hadir dan memberimu bunga di hari paling membahagiakan ketika kau memakai toga. Dia yang tengah menyiapkan untukmu istana dan kereta kencana. Dia yang bersumpah mati kepadamu atas segala tulus cintanya. Kau terlihat bahagia mengarungi hari-hari bersamanya.

Aku masih hilang, terjebak dalam musim yang tak kuketahui ujungnya. Hari masih berjalan seperti biasa karena aku percaya setiap manusia punya jalan takdir sendiri-sendiri. Hanya terkadang aku merasa ada yang sedikit hampa. 

Tahun-tahun yang hilang, aku tak tahu sedang berbuat apa, untuk siapa, dan akan ke mana kegelapan hidup membawaku pergi. Beberapa kali aku hampir terjerumus dalam kefanaan dunia yang menenggelamkanku. Aku menangis menahan gejolak batin yang kurasakan saat itu. Saat-saat itulah cahayamu hadir. Seolah-olah kau berbisik tepat di sisiku, “lelaki baik-baik untuk wanita baik-baik. Maka jadilah lelaki baik-baik”. Seketika itu, aku ingin menjerit di pelukanmu.

**

Aku kembali dari perjalanan panjang, kembali menemuimu. Sepertinya cahayamu  yang menuntunku untuk pulang kali ini. Selanjutnya, aku tak tau lagi ke arah mana cerita ini berjalan. Asa itu masih ku simpan dalam balutan doa setiap malam. Ada sebuah cita yang sudah lama kusimpan dalam setia. Keinginan mengajak engkau untuk turut serta  dalam bahtera hidup berdua selamanya.

Tahun-tahun yang hilang, cintaku berdenyut lemah di selubung kabut. Mungkin karena itu kau disebut cahaya. Dan sekali lagi engkau menjadi penerang ketika aku hampir hilang arah menemukan jalan pulang. 

Tahun-tahun yang hilang, mungkin Tuhan dulu sedang memberi kita waktu. Kita dipersilakan untuk memperbaiki diri, menata hati, dan memantaskan diri. Waktu berjalan ketika tahun-tahun yang hilang menyembunyikan kita dari perjumpaan. Apakah rasa yang sama seperti dulu masih engkau simpan?


Mungkin seharusnya aku tak pulang, tapi bagaimana jika ini yang sudah digariskan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar