Sejarah dunia mencatat, sebuah gunung di perairan Selat Sunda meletus pada tahun 1883. Letusan yang sampai saat ini masih menjadi legenda karena kedahsyatannya. Letusan tersebut mengakibatkan tsunami dan menelan tak kurang dari 36.000 jiwa. Tidak hanya itu, letusan ini juga berdampak pada perubahan iklim dunia. Sesaat setelah letusan ini, dunia digelapkan oleh abu vulkanisnya selama lebih dari dua hari.
Menurut Pak Chandra selaku penduduk lokal yang menjadi nahkoda dan guide kami selama di perjalanan ini, letusan Krakatau menyebabkan daratan dimana gunung tersebut dulu berdiri terbelah dan terpisah menjadi dua, yaitu Gunung Rakata yang tinggal setengahnya saja dan Pulau Panjang. Dan di antara keduanya, pada tahun 1930 munculah Gunung Anak Krakatau. Gunung berapi ini punya satu keistimewaan dimana setiap tahun tingginya bertambah 4 cm dari permukaan laut. Sampai saat ini Anak Krakatau telah berumur 83 tahun dengan memiliki ketinggian 230 m.
Menurut Pak Chandra selaku penduduk lokal yang menjadi nahkoda dan guide kami selama di perjalanan ini, letusan Krakatau menyebabkan daratan dimana gunung tersebut dulu berdiri terbelah dan terpisah menjadi dua, yaitu Gunung Rakata yang tinggal setengahnya saja dan Pulau Panjang. Dan di antara keduanya, pada tahun 1930 munculah Gunung Anak Krakatau. Gunung berapi ini punya satu keistimewaan dimana setiap tahun tingginya bertambah 4 cm dari permukaan laut. Sampai saat ini Anak Krakatau telah berumur 83 tahun dengan memiliki ketinggian 230 m.
Perjalanan
kami menuju anak Krakatau dimulai dari stasiun tanah abang. Kami serombongan
terdiri atas 21 pria, tanpa wanita. Entahlah, sudah berapa kali perjalanan
telah terlewatkan tanpa kehadiran seorang wanita. Rombongan kami terdiri atas 7
orang alumni STAN Bintaro, sisanya alumni STAN Bea Cukai. Seperti biasa,
sebagai ketua rombongan, saya selalu tiba paling akhir di stasiun.
Meeting Points di Stasiun Tanahabang |
Dari stasiun tanah abang kami
memesan tiket KA Ekonomi Krakatau. KA yang melayani rute Merak – Madiun PP ini
tergolong sebagai kereta baru. PT KAI sendiri baru meluncurkan dan mengoperasikan
kereta ini beberapa bulan yang lalu. Seumur-umur, inilah kereta ekonomi terbaik
dan ternyaman yang pernah saya tumpangi. Tempat duduknya yang masih tersegel rapi
dengan formasi seat 2 -2. Tidak hanya itu kondisi pendingin udara (AC) masih
sangat berfungsi dengan baik.
Suasana di dalam kereta |
Tepat pukul 22.30 kereta berangkat
menuju Stasiun Merak, kami serombongan berada di dalam satu gerbong yang malam
itu benar-benar kami kuasai. Perjalanan selama kurang lebih tiga setengah jam
kami isi dengan bermain kartu, narsis dan report perjalanan di depan kamera,
serta canda tawa dibalik cerita. Meskipun ada juga yang sedari masuk ke dalam
kereta langsung amblas tertelan mimpi, contohnya @princemelon dan @ian_nurseto.
Bermain bridge di dalam kereta |
Setibanya di Stasiun Merak, kami
langsung bergegas menuju kapal fery yang akan mengantar kami ke Bakauheuni.
Letak stasiun dan pelabuhan begitu dekat, sehingga untuk menuju ke deck kapal
kami cukup melewati jembatan penyeberangan. Di dalam kapal kami langsung
upgrade ke ruang executive agar bisa leluasa beristirahat sambil menunggu kapal
berlabuh.
Suasana di kapal fery yang menuju Bakauheuni |
Estimasi penyeberangan yang semula
kami rencanakan memerlukan waktu dua jam kali ini meleset. Sewaktu akan
berlabuh, kapal kami ternyata harus menunggu giliran. Peristiwa semacam ini
memang diluar kebiasaan atau bisa dibilang luar biasa. Baru pada pukul 06.00,
kami akhirnya mendarat di Pulau Sumatera. Setelah belanja di Indomaret
pelabuhan Bakauheuni, kami langsung bergegas menuju Dermaga Canti via Angkot
yang kami carter.
Isa, Dinto, nDolo, Nopek |
Dermaga Canti |
Perjalanan ke Dermaga Canti dari
Bakauheuni lumayan jauh. Kondisi jalanan yang naik turun membuat angkot kami
sempat mogok di tanjakan. Penantian selama satu jam lebih akhirnya berujung
pada sebuah dermaga kecil bernama Canti. Di sinilah perjalanan ke Krakatau
benar-benar baru akan dimulai.
Hampir tiga jam kami
terombang-ambing di dalam kapal yang melaju melintasi lautan. Cuaca siang itu
sangat cerah, tak kuasa kulit kami terbakar matahari. Tujuan kami selepas dari
Dermaga Canti tadi adalah Pulau Sebesi, pulau kecil berpenghuni terdekat dari
Anak Krakatau. Pada awal perjalanan, saya memutuskan tidur di deck bawah karena
memang saya mengantuk sekali. Kondisi di deck atas sangat panas karena tidak
ada peneduhnya. Sudah lumrah memang karena kulit saya sangat alergi sekali
dengan panasnya sinar matahari sehingga hanya sesekali saya naik ke deck atas
hanya jika ingin melihat pemandangan dan mengistirahatkan telinga dari suara
bising mesin. Bau solar di deck bawah sebenarnya juga sangat menusuk dan bikin
tak betah tapi mau bagaimana lagi memang beginilah kondisinya.
Setelah dua jam lebih di perjalanan,
kapal kami berhenti sebentar di sekitar Pulau Sebuku. Di perairan Pulau Sebuku
ini, wisatawan biasanya melakukan snorkeling, begitu juga dengan kami. Akan
tetapi, karena kami tidak membawa (baca: tidak mendapat persewaan) alat
snorkeling, terpaksalah kami snorkeling tanpa alat. Mungkin lebih tepatnya
disebut berenang di laut lepas. Saya sendiri urung melakukan hal ini.
Berenang bebas di laut |
Perjalanan dari Sebuku menuju Sebesi
bisa ditempuh selama 30 menit. Kedatangan kami di Pulau Sebesi langsung disambut
oleh Bapak Hayun yang sebelumnya sudah saya hubungi untuk menyediakan akomodasi
selama kami berada di sini. Perlu diketahui, Bapak Hayun merupakan orang
kepercayaan Pemerintah Provinsi Lampung yang ditugasi untuk menyediakan
akomodasi bagi para wisatawan yang melakukan perjalanan ke sini. Dari Beliau,
kita bisa memesan penginapan, makanan, dan bahkan kapal serta alat snorkeling.
Pendaratan kapal di Dermaga Sebesi |
Sedikit gambaran mengenai Pulau
Sebesi. Pulau ini merupakan satu-satunya pulau berpenghuni dari sekian gugusan
pulau yang berada di dekat Krakatau. Para wisatawan biasanya menginap di sini
sebelum melanjutkan perjalanan ke Krakatau. Tidak heran, apabila warga di sini
merelakan rumahnya untuk dijadikan homestay. Kondisi di pulau ini tidak jauh
berbeda dengan perkampungan desa pada umumnya. Infrastruktur berupa jalan raya
sudah tersedia. Selain itu, fasilitas berupa sekolah dan puskesmas juga bisa
dijumpai di pulau ini. Hanya saja, ketersediaan listrik di pulau ini hanya bisa
didapati waktu menjelang maghrib sampai tengah malam.
Pulau Sebesi dari dekat |
Kondisi homestay |
Suasana jalan di Pulau Sebesi |
Perkampungan di Pulau Sebesi |
Rasa lelah selama perjalanan di kapal tadi kami lampiaskan dengan beristirahat sambil menikmati kelapa muda yang dipadu dengan sejuknya sepoi-sepoi angin pantai. Setelah makan siang dan sholat dzuhur, perjalanan kami lanjutkan dengan island hopping dan beach exploring di Pulau Umang dan sekitaran Pulau Sebesi. Pulau Umang letaknya tak begitu jauh dengan Pulau Sebesi, pasir putih dan bebatuan karang menjadi ciri khas pulau yang ukurannya hampir sama dari lapangan bola ini. Jernihnya air di sekitaran pulau ini juga menjadi nilai plus tersendiri.
Hendra, Arya, Papang, David, Suryo di Pulau Umang |
Menjelang senja, kami mengeksplorasi
sisi lain Pulau Sebesi. Salah satu obyek yang kami kunjungi adalah rumah pohon.
Rumah ini bisa disewa dan ditempati
tetapi kondisinya kurang begitu terawat. Sebagai sajian terakhir di hari
pertama kami di sini, terbenamnya matahari menjadi pelengkap indahnya
perjalanan dan penutup senja hari itu. Pemandangan eloknya cakrawala ini kami
dapati di tengah-tengah antara Pulau Sebuku dan Sebesi. Mungkin ini sunset
terbaik yang pernah kami dapati di atas
kapal.
Rumah Pohon |
Sunset di atas kapal |
Ketika hari mulai beranjak gelap,
kami kembali Ke Sebesi. Setelah mandi dan makan malam, praktis tak ada kegiatan
yang kami lakukan. Ada dua homestay yang kami sewa sehingga kebersamaan kami
agak sedikit terpisah malam itu. Apalagi malam itu saya memutuskan untuk tidur
lebih awal mengingat esok pagi buta kami haru sudah bergegas lagi ke dalam
kapal dan melanjutkan perjalanan menuju Anak Krakatau.
Gelombang laut pagi itu cukup besar.
Hampir selama dua jam kami terhempas oleh ganasnya lautan. Saya sendiri komat
kamit baca doa di sepanjang perjalanan yang penuh memacu adrenalin itu.
Bagaimana tidak seringkali kapal yang kami tumpangi miring ke kiri seolah-olah
mau karam. Bahkan di deck depan, air sampai masuk ke dalam kapal. Pelayaran
penuh mendebarkan itu akhirnya berakhir setelah kapal kami bersandar di Pulau
Anak Krakatau. Hamparan pasir hitam yang katanya mengandung banyak bijih besi
menjadi ciri khas tersendiri dari tepian pulau ini. Pagi itu, banyak kapal yang
berlabuh. Suasana cukup ramai oleh kehadiran para wisatawan. Di antara dari
mereka bahkan banyak yang mendirikan tenda di sekitaran tepi pantai.
Pantai di Pulau Anak Krakatau, kapal berlabuh
|
Untuk mendaki gunung ini,
wisatawan perlu mengurus izin terlebih
dahulu. Maklum, tempat ini termasuk kawasan cagar alam. Biaya administrasi dan
guide di sini sudah termasuk dengan biaya sewa kapal. Jadi tak perlu
mengeluarkan uang lagi. Setelah proses izin selesai, kami kembali melanjutkan
perjalanan yang menjadi intisari perjalanan ini, mendaki Gunung Anak Krakatau. Medan
pendakian Gunung Anak Krakatau tak begitu sulit, maklum gunung ini hanya
memiliki ketinggian 230mdlp dengan banyak hamparan pasir dan bebatuan. Pendaki
tidak diperbolehkan mendaki sampai ke puncak mengingat tidak ada jalur yang
bisa diakses untuk menuju ke sana. Overall,
pemandangan yang ditawarkan oleh gunung ini cukup mengesankan.
Cagar Alam Krakatau |
Pendakian ke Anak krakatau |
Spot tertinggi di Anak Krakatau yang
bisa dijangkau berupa puncak punggungan bukit. Di sini kami banyak mengambil
gambar. Membuat pesan dan berfoto narsis. Ada kejadian sedikit unik di sini,
karena saya bertemu dengan Yohan. Dia adalah kawan kami (rombongan Bintaro)
sewaktu ke Pulau Seribu tahun lalu. Kebetulan dia sedang mangadakan trip
bersama rekan-rekan kantornya.
Foto bersama Yohan (Army) di Krakatau
|
Sesaat setelah turun, kami sarapan sambil
menyaksikan pemadangan bule berenang. Tak mau kalah @yanuarAU juga menjadi
hiburan tersendiri bagi kami pagi itu. Setelah perut terisi, perjalanan kami
lanjutkan ke Legoon Cabe untuk snorkeling. Saya dibuat terkesima akan
pemadangan yang terdapat di antara Anak Krakatau dan Legoon Cabe. Dibandingkan
dengan spot lainnya di sekitar gugusan kepulauan ini, Legoon Cabe menawarkan
pemandangan bawah laut dan ikan yang lebih beraneka ragam. Sayangnya kami tak
bisa lama-lama di sini karena hari sudah menjelang siang.
Perjalanan turun
|
Tiba
di Pulau Sebesi, kami segera packing dan bergegas untuk pulang. Tak lupa,
sebagai traveller beriman kami sholat terlebih dahulu setelah dapat jatah makan
siang. Lama perjalanan ketika kembali ke
Dermaga Canti seolah menjadi lebih singkat kali ini. Cuaca juga cukup
bersahabat dan tidak paans seperti waktu kami berangkat kemarin. Dengan
menggunakan angkot yang sama seperti yang telah kami pesan kemarin, kami langsung
menuju Pelabuhan Bakauheuni untuk menaiki Fery yang akan membawa kami kembali
ke Pulau Jawa.
Di
Terminal Merak, rombongan Bintaro dan Rawamangun terpisah karena kami menggunakan
bus yang berbeda jurusan. Sedikit berbeda dengan kereta yang kami gunakan
sewaktu berangkat, perjalanan menggunakan bus ternyata membutuhkan waktu yang
lebih singkat. Namun tetap saja, kami tiba di Bintaro sudah larut pagi. Dan
hampir semua estimasi waktu yang kami perkirakan meleset dari tujuan yang ada
di itinerary kami.
Pelaksanaan Itinerary
Hari I (Jumat, 6
September)
-
22.00 : Meeting Point di Stasiun
Tanah Abang
-
22.30 : Berangkat ke Pelabuhan
Merak
Hari II (Sabtu, 7
September)
-
02.00 : Tiba di Pelabuhan Merak
-
02.30 : Menyeberang ke Pelabuhan
Bakauheuni
-
06.00 :Tiba di Pelabuhan
Bakauheuni
-
06.30 : Perjalanan ke Dermaga
Canti
-
08.00 : Tiba di Dermaga Canti,
sarapan
-
09.00 : Perjalanan ke Pulau
Sebesi
-
11.30 :
Snorkeling di Sebuku
-
12.30 : Tiba di Pulau Sebesi,
Ishoma, Check in homestay
-
15.00 : Island hopping dan beach
exploring di Umang-umang dan Sebesi
-
17.30 : Sunset di tengah laut
-
18.00 : Kembali ke Pulau Sebesi
-
19.00 : Istirahat
Hari III (Minggu, 8 September)
-
03.30 : Bersiap menuju Krakatau
-
06.00 : Eksplore Anak Krakatau
-
09.00 : Snorkeling di Lagoon Cabe
-
11.00 : Kembali ke Pulau Sebesi
-
12.30 – 15.00 : Ishoma, Packing, Sarapan, kembali ke
Dermaga Canti
-
17.30 : Tiba di Dermaga Canti,
kembali ke Pelabuhan Bakauheuni
-
19.00 :
Penyeberangan ke Pelabuhan Merak
-
22.00 : Tiba di Pelabuhan Merak
-
23.00 : Perjalanan ke Jakarta
-
03.00 : Tiba di Bintaro
Rincian Biaya
-
KA Krakatau Tanah
Abang – Merak 30k
-
Kapal fery
Merak – Bakauheuni PP 24k
-
Upgrade kapal
ke kelas eksekutif PP 20k
-
Angkot
Bakauheuni – Dermaga Canti PP 340k
-
Sewa Kapal 3,5d
-
Sewa 2
Homestay 400k
-
Makan @15k x 5 75k
-
Bus Merak –
Jakarta 23k
Tips n Trick
-
Ketersediaan
alat snorkeling di Pulau Sebesi sangat terbatas, kondisinya pun sudah banyak
yang rusak, sehingga perlu membawa alat snorkeling sendiri dari Jakarta. Tarif
yang dibebankan untuk alat snorkeling di Pulau Sebesi berdasarkan item, yaitu
berupa life jacket, snorkel, dan fin, masing-masing alat dibanderol 20k. Hal
ini sangat berbeda sistem persewaannya dibandingkan yang ada di Kep. Seribu
yang memasang tarif 30-35k per hari.
-
Untuk Kapal
yang dipakai buat eksplore di sekitar kawasan Pulau Sebesi dan Krakatau
alangkah lebih bijak dipesan jauh-jauh hari terlebih dahulu. Hal ini untuk
mencegah perjalanan ke Dermaga Canti menjadi tidak sia-sia mengingat terkadang kalau sedang ramai oleh wisatawan,
kapal biasanya habis terpesan.
CP:
Bapak Chandra 081369686243 (Sewa Kapal)
Bapak Hayun 081369923312 (Homestay dan akomodasi)
Video Perjalanan
dan saya belum wisuda
BalasHapussemangat bro, wisuda hanya gerbang awal untuk melanjutkan karir
BalasHapusKebetulan saya staners 2014 kak, salam kenal. Semoga bisa segera menyusul menginjakkan kaki di anak krakatau
BalasHapusamiin... kuliah jangan lupa main
Hapus