17 Nov 2010

kegalauan


Beberapa hari yang lalu, Cendy (temanku yang sekarang kuliah di FH UI) bercerita kepadaku soal asmara yang kini melandanya. Dia mengakui jika gadis yang satu ini memang berbeda dari teman-teman wanitanya selama ini. Bila boleh ku katakan, mungkin dia sedang jatuh hati pada gadis tersebut. Gadis itu adalah mahasiswa FIB. Hal itu yang membuatku berfikir, bagaimana bisa Cendy yang selama ini ku kenal sebagai orang yang apatis tiba-tiba malam kemarin bercerita tentang hal itu.

Masalahnya mungkin bukan hal itu saja. Dia dihadapkan pada sebuah konsekuensi dari pandangan logisnya untuk tidak pacaran. Menurutnya, pacaran merupakan hal yang tidak rasional. Meski begitu , ia tetap mengakui jika yang ia alami sekarang membawanya pada sebuah posisi yang  sulit. Terang saja ia lantas berharap semua bakal menjadi angin, yang datang lalu pergi.

Memikirkan hal itu, aku serasa menj
adi melankolis dan membayangkan sesosok gadis yang selama ini turut menyumbangkan rasa pada hatiku. Secara terus terang ingin ku katakan bahwa gadis tadi sudah merupakan racun bagi diriku yang mengendap dalam tubuh selama hampir tiga tahun belakangan ini. Parahnya aku bukanlah orang yang mudah menanggalkan perasan-perasaan lama. Sudah lama ku akui jika aku tertarik pada paras manisnya, dan itu seolah menjadi getir yang ku kecap sendiri ketika sepi melanda dan membuatku bertanya-tanya pada Tuhan.

Sering aku berharap semua itu menj
adi angin lalu saja, sama seperti kisah-kisah yang telah terlalui sebelumnya. Namun, aku mungkin sama dengan Cendy, terasa disudutkan oleh sebuah kenyataan. Bedanya aku bertahan dalam lingkaran ini lebih lama. Lebih tepatnya aku galau pada hatiku mengenai hal ini apabila harus dihadapkan pada kenyatan-kenyataan yang ada saat ini. Aku sadar, mengutuki takdir tak akan membuat semua masalah menjadi selesai. Di lain sisi, perasaan ini tak ubahnya seperti sekam. Menyala di tengah keterpadaaman.

Bagiku, dia adalah sebuah cinta yang berlalu tanpa pesan. Apalagi kalau bukan segunung perbedaan yang membentang antara aku dengan dia. Tak ada kata yang terlintas untuk mengungkapkan, atau memang tak ada kesempatan. Entahlah. Semua berlalu seperti angin, tapi sialnya angin itu berputar di sekitarku. Kalaupun berhembus ke tempat lain, bayangannya tak terbawa. Perasaan seperti ini yang terkadang membuatku ingin berpaling dari kenyataan yang terasa semakin menyudutkanku.

Hanya rindu yang kini kerap menyandang ketika malam datang. Perjumpaan seolah menjadi sesuatu yang muskil untuk saat ini. Dan rasa itu kini terakumulasi di dalam mimpi. Memang hanya di dalam mimpi, terkadang semua terasa indah.

Apalagi memang yang harus ku perjuangkan di atas perasaan yang bernama cinta. Kecuali aku memang hanya bisa menyerahkannya pada takdir. Sementara waktu berjalan dan membuatku menjadi semakin tahu pasti. Ia tak kan mungkin bisa ku miliki.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar