8 Mar 2010

Hitam

Dua hari belakangan ini aku agak tak enak badan. Entah apa yang terjadi dg diriku sendiri, aku tak tau. Mungkin bayang-bayang pekerjaan yang menumpuk serta keputusan penting dalam hidup yang harus ku pilih membuatku agak gundah, apalagi semua itu menuntutku untuk segera mengeksekusinya seiring waktu  yang menghimpit.
Malam dinihari tadi, aku sempat menyebar beberapa poster di sudut-sudut Kota Bandung selatan, sebagai salah satu tugas divisi publikasi dalam acara change. Dua jam lebih selepas pergantian hari angin malam semilir menyapaku yang sedang melankolik di setiap jalan-jalan yang terlintas. Lampu-lampu kota yang semayup redup mengidentitaskan keadaan jiwaku malam itu. Sementara, kebisuan yang ku landa terkadang pecah sesekali jika Pandu mengajakku bicara soal masalah kuliah yang kami jalani. Ku nikmati suasana tengah malam di Kota ini, jalanan begitu sepi, berbeda dengan apa yang terjadi di siang hari di mana semua seakan-akan memotretkan kebengisan hidup yang berpadu dengan panasnya sengatan mentari dan deru mesin-mesin. Di persimpangan, tak sedikit pelacur yang ku lihat sedang menjajakkan diri. Ku kira itu bukan dosa, karena keadaan memang mau tak mau menuntut mereka untuk menjadi seperti itu. Aku sendiri ingin lebih dekat dengan mereka, berbicara tentang hidup dan cintanya, yang mungkin juga tersayat antara naluri dan keadaan, sama dengan apa yang ku alami, sesaat setelah ku tahu orang yang selama ini ku cintai dan tak pernah ku dapatkan akhirnya tiada lagi sendiri.

(a diary, March 6 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar