24 Jan 2014

Masa TK


Mencoba mengingat kembali kenangan-kenangan yang terjadi sewaktu kecil dulu. Perjalanan mengenai pendidikanku dimulai di TK BA Aisyiah Gayam, tak jauh dari rumahku. Waktu itu aku masuk tahun 1995. Dulu, aku termasuk anak yang sulit sekali diyakinkan agar mau bersekolah. Tak mengherankan jika disuruh sekolah, aku ogah-ogahan. Sebenarnya yang membuat aku demikian adalah tipe penakutku. Ini bukan masalah keanehan. Anak usia 4 tahun yang baru masuk sekolah pasti juga merasakan demikian. Apalagi waktu itu aku termasuk anak yang tak bisah pisah dengan ibunya.
Dan jelaslah, untuk membuatku tetap bersekolah, Ibuku harus menungguku. Sekolah TK ku dimulai pukul 08.00 sampai 10.00 pagi. Waktu itu nama kelasnya adalah nol kecil. Ada cerita mengenai perjalananku waktu sekolah di nol kecil ini. Di saat setiap mengikuti kelas, aku harus memastikan bahwa ibu menungguku. Menunggu ini maksudnya, bahwa beliau ada selama kelas berlangsung dari bel masuk sekolah sampai pulang sekolah. Untuk memastikan hal tersebut, aku meminta ibuku untuk mejagaku dengan ikut pelajaran di kelas. Tentunya dengan bangku yang berbeda. Saat itu, biasanya para orangtua murid disediakan bangku di dekat pintu untuk menjaga anak-anaknya. Pernah suatu ketika, ibuku meminta untuk menunggu di luar. Lalu aku mengizinkannya. Namun, betapa tersedunya aku menangis setelah ku tunggu beberapa menit beliau tak kunjung kembali ke kelas. Dalam hal ini, aku menuntut jika ibuku tak mau menjagaku selama sekolah, aku tidak akan pergi sekolah. Kejadian seperti ini berlangsung cukup lama. Masalah mengenai ketakutanku ini tak bisa hilang oleh waktu. Apalagi waktu kecil aku adalah anak yang selalu mengandalkan ibuku. Aku akan selalu menangis jika pulang ke rumah dan tak mendapati beliau ada.
Hari sabtu adalah hari yang paling ku tunggu. Para murid diharuskan membawa bekal untuk pesta di kelas. Di hari sabtu pula, seminggu sekali kelas kami diisi dengan permainan. Ibuku selalu membawakanku bekal berupa nasi rames yang dibeli di es teler boncel milik orangtua temanku. Dalam hal masalah fashion, aku mungkin termasuk orang yang banyak tuntutan. Maklum, semua atributku waktu itu harus menyala. Salah satunya seperti sepatu yang bisa menyala. Entah kenapa waktu itu sesuatu yang menyala menjadi trend di antara kami selaku balita.
Temanku waktu itu yang masih membekas di ingatanku saat ini adalah Wawan, Bowo, dan Indra. Wawan bisa di bilang adalag orang yang lurus dan neko-neko, dia cerdas dan pintar. Sedangkan Bowo dan Indra adalah sebaliknya. Aku sendiri cenderung berkawan dengan Bowo dan Indra. Aku tak tau mengapa demikian. Wawan hanya setahun di sekolah ini. Setelah lulus dari nol kecil, dia langsung SD. Hal ini dikarenakan karena kecerdasannya di atas rata-rata. Kami pun berpisah saat aku naik ke nol besar atau biasa disebut tahun kedua di TK ini. Setelah itu, nyaris kami tak pernah bertemu sampai saat ini.
Mengawali lembaran baru di tahun kedua. Aku masih tak banyak berubah pada awal-awalnya. Sekolah masih diantar oleh ibuku dengan sepeda onthel tuanya dan tentunya beliau harus menunggu. Bedanya kali ini saya tak lagi menangis jika harus ditinggal di tengah pelajaran sedang berlangsung. Dalam bersahabat, aku masih berteman dengan preman TK waktu itu, siapa lagi kalau bukan Bowo dan Indra. Isu-isu di dunia taman kanak-kanak sebenarnya berkutat pada dunia mainan yang lagi ngeterend dan ada di pasar malam. Lalu kemudian teman saat itu temanku bernama Topan memilikinya, lantas aku iri dan merengek minta bapak buat membelikannya.
Sebagai trio sahabat yang mungkin waktu itu terkenal paling bandel karena hampir selalu ngutang ke tempatnya mbah rumpyuh dan lek surati yang saat itu jadi penjaga kantin. Lalu kemudian orangtua kami yang akhirnya membayarnya. Kenakalan kami lainnya adalah sering meminjam mainan teman kami sampai ia menangis karena tidak kami kembalikan. Waktu itu aku terkena candu dengan minuman extra joss. Kakakku, waktu itu sering membeli untuk digunakan sebagai doping karena ia keranjingan sekali main badminton. Suatu ketika aku mencoba minuman itu dan rasanya memang sungguh enak. Tak heran apabila aku ketagihan. Suatu hari aku mengambil extra joos itu dari kamar kakakku, lalu membagi-bagikannya kepada teman di kelas. Sampai pada kahirnya ketahuan oleh ibuku, dan tentu saja dia bilang jika minuman itu tak bagus buat kesehatan tubuh.
Aku masih ingat guru TK ku waktu itu, namanya Bu Waginem. Dari sekian pengajar dan pendidik yang pernah meracuniku dengan ilmu dan tindak-tanduk, beliau mungkin salah satu yang terkenang karena aku merasa berhutang budi padanya. Dia adalah yang pertama kali membentuk kepribadianku di pendidikan formal. Aku selalu teringat dengan dongeng-dongengnya. Pertengahan tahun 1997 aku lulus.